Indonesia adalah sebuah proposisi yang sulit. Mudah dibayangkan perbatasan-perbatasannya, diuraikan unsure-unsurnya, diperhitungkan kekayaannya, tetapi sangat susah didekati, apalagi disepakati, siapa yang berhak atasnya. Seluruh sejarah ingatan tentang kepulauan Indonesia dalam satu abad terakhir penuh dengan cerita perkelahian sengit untuk memenangkan kseimpulan tentang hak, bukan menyepakatinya. Mudah menolak apa yang asing, sulit menemukan siapa diri. Menemukan Indonesia adalah percobaan membangun rumah-pasir, selalu harus dimulai kembali setelah ombak datang menghempas; tanpa jaminan selesai, tanpa kepastian kapan.
Jika masyarakat adalah kerja separuh-jadi, maka inilah potretnya sekarang. Sekolah Rakyat dan sekolah-unggul. Masssa pendatang gelap dan warga kota. Perumahan liar dan real estate. Kas kantor negara dan kantong rakyat. Media massa dan pertukaran-informasi-rakyat. Lembaga negara dan pengurusan publik. Seniman politik menentukan politik kesenian. Elit ekonomi mengatur hidup-mati rakyat. Sumber daya alam Indonesia dan wilayah hidup rakyat setempat. Kuasa senjata, kuasa uang, kuasa pertimbangan-keselamatan-rakyat. Kalau keanggotan merupakan pengenal satu masyarakat, yang kita punya adalah keanggotaan pasar; bisa diperoleh hanya dengan kekerasan tentu. Pertimbangkan yang berikut ini,’Kalbar’, ‘Sampit’,’Poso’, ‘Maluku’, 1965, 1975, 1989, 12-14 Mei 1998. Daftar nama tempat dan tanggal yang masih terus bertambah panjang. Masing-masing adalah fakta non-ilmiah tentang dimensi kekerasan dari politik kelas dan politik identitas.
Kolase keping-keping potret tadi pasti bukan ‘Indonesia’. Tapi itulah ‘Indonesia’. Sebagai eksperimen dan proyek raksasa yang belum selesai saja dia sudah cukup membawa kesusahan untuk hiup orang biasa.bayangkan kalau ada yang berhasrat ‘menyelesaikannya’. Dalam kegilaan ada metoda. Tapi di dalam sebuah medan perampokan massal, tidak akan ditemukan keindahan. Estetika kehilangan maknanya di galeri-galeri pribadi para pedagang-nasib rakyat. Kesenian adalah sebuah bentuk barang, dengan kandungan potensi komersialnya. Di uungnya, perasaan dan pendalaman hati adalah sebuah pasar yang menjanjikan laba.
Ajakan menemukan dan menghormati keindahan adalah mencari yang sekarang hilang dari potret kehidupan rakyat kepulauan. Nilai dari sebuah ikhtiar bertahan hidup dari sekeluarga orang-bisa. Kebarinan utuk berpikir dan berbuat untuk orang-lain, bukan diatur dan mengatur orang-lain. Memulihkan kepingan tanah air yang rusak. Mengerutkan ketergantungan pada aliran-uang. Sakitnya membayangkan momen kematian karena kekerasan. Mulianya air dan hasil cocok-tanam rakyat. Menemu-kenali keaadaan hati dalam hasil keja manusia. Didasar yang paling bwah : setia-kawan dan hormat pada alam.
Agenda Indonesia sekarang adalah bagaimana belajar mempertautkan hati rakyat; Bagaimana memulihkan kerusakan wilayah-wilayah kehidupan yang paling dekat dengan hidup shari-hari; bagaimana menemukan kembali rumah-bersama untuk rakyat. Sangat boleh jadi, urusan ini terlalui genting dan berharga untuk kita serahkan pada para ahli mengatur negara, pemegang-kuasa-keuangan, atau petugas-pengendali-perubahan lainnya, mengingat pengalaman panjang kita selama ini. Sangat boleh jadi, urusan itu banyak berurusan dengan keindahan, bukan perhitungan.
No comments:
Post a Comment